Sabtu, 16 Juni 2012

Benci Jadi Cinta


Saat matahari mulai mengintip dan suara ayam mulai berkokok, seorang gadis belia yang berparas ayu bernama Zafira Syahidah yang biasa dipanggil Rara bersiap-siap untuk pergi sekolah. Dengan hati yang gembira, ia berangkat dangan penuh gairah.
Add caption
Sesampainya di sekolah ia langsung menuju kelasnya.Di Kelas, wajah Rara berubah menjadi geram ketika melihat Nicho (Teman sekelas Rara) memalak Tama dengan kasar tetapi Tama si Anak Culun itu tidak memberinya uang sepeserpun karena uang Tama hanya cukup untuk ia pulang saja. Lalu, Nicho siswa yang terkenal di Sekolahnya karena sering memalak, bermain judi dan merokok itu tidak mau tahu akan hal itu. Ia terus mendesak Tama untuk memberikan uangnya. Bahkan Nichopun menampar Tama dengan sangat keras. Melihat Tama diperlakukan seperti itu, Rara yang memang sudah lama membenci Nicho karena ulah kenakalannya itu langsung ketempat Nicho dan berkata:
“Nicho, lu punya perasaan dikit ngga sih? Tama itu ngga punya uang. Tapi, kenapa lu terus malak, bahkan nampar dia?”
“Aghhh, banyak omong lu! Engga usah ikut campur deh, ini urusan gue sama Tama” Jawab Nicho dengan kasar.
“Tapi, lu itu udah kelewatan. Lu ngga punya perasaan. Lu juga....
(Belum selesai Rara berbicara, Nicho sudah menghentikannya dengan menutup mulut Rara rapat-rapat). Dan Nicho berkata:
“Sekali lagi gue bilang sama lu, ini urusan gue! Lu ngga usah ikut campur!!”.
“Gue tau ini urusan lu, Nicho! Tapi ini menyangkut teman gue juga, Tama. Dan asal lu tau, gue benci banget sama sikap lu yang sok preman itu.”
(Tangan Nichopun kembali diangkatnya seraya ingin menampar Rara)
“Kenapa? Lu mau nampar gue juga, setelah lu nampar Tama?”
(Mendengar ucapan Rara, Nicho menurunkan tangannya) Dan berkata
”Sayang  aja lu cewek. Kalau engga, gue pasti udah nampar lu kaya gue nampar Tama!”
      Pertengkaran ini membuat suasana Kelas yang semula hening menjadi gaduh karena pertengkaran seperti anjing dan kucing yang dilakukan oleh Nicho dan Rara ini.
Beberapa saat kemudian bel masuk berbunyi, Rarapun kembali ke tempat duduknya dan mengikuti pelajaran seperti biasanya.
Ke esokan harinya, Rara tidak masuk sekolah. Teman-temannya tidak ada yang mengetahui mengapa Rara tidak masuk. Tak biasanya Rara seperti ini. Kemudia bel istirahat berbunyi, murid-murid pun berbondong-bondong keluar dari kelasnya untuk menuju Kantin, Taman maupun Saung Sekolah. Tetapi, Nicho tidak keluar dari Kelasnya. Ia hanya duduk termenung sendiri dengan menekuk kepalanya. Dii pikirannya terbesit wajah Rara dan mempertanyakan dalam hati. Mengapa Rara tidak masuk sekolah? Mungkinkah karena kemarin aku mengasarinya? Perasaan bersalahpun muncul dari hati Nicho.
Seusai berjajan, Sisca, Rima dan Ditha kembali ke Kelas. Mereka terheran-heran melihat Nicho duduk termenung sendiri di dalam Kelasnya. Merekapun  membicarakannya .
“Kenapa tuh Preman Sekolah, Tumben Bener? Biasanya saat-saat istirahat seperti ini dia lagi sibuk-sibuknya mencari mangsa untuk ia palaki atau di jadikan ke isengan karena ulah nya?”
Tanya Rima kepada Sisca, teman sebangkunya.
“Mungkin dia lagi sakit, rim.” Jawab Sisca
“Hmm, memangnya preman sekolah bisa sakit juga yah? Hahaha.
Sahut Ditha, teman sebangku Rara yang duduk di belakang Sisca.
Rima dan Sisca pun tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Ditha itu.
“Hahaha, bisa saja kamu Dit.” Jawab Rima dan Sisca.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Semua muridpun kembali ke Kelas. Pada saat murid kelas X3 kembali belajar, Bu Intan seorang guru piket masuk ke Kelas, ia menyampaikan sepucuk surat dokter dari Ibunda Rara.
Hari berganti hari, Rara tidak juga terlihat batang hidungnya di sekolah. Pikiran Nicho menjadi tambah tak karuan. Hampir seminggu Rara sakit, hampir seminggu pula pikiran Nicho kalut di bayang-bayangi perasaan bersalah terhadap Rara,. Bahkan perasaan yang lebih dari itu, ia selalu memikirkan dan terbayang wajah Rara setiap waktu. Waktu ia sekolah, ingin  tidur dan juga dalam mimpinya. Ia sendiripun bingung, Apa yang terjadi pada perasaan dalam hatinya itu. Mengapa selalu ada Rara yang terbesit di benaknya. “Mungkinkah gue mulai suka sama Rara?” Tanya Nicho pada dirinya sendiri.
 Sepulang sekolah, Nicho menghampiri Ditha dan bertanya pada Ditha tentang alamat Rara. Ditha bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan Nicho, mengapa ia menanyakan alamat Rara? Padahal, beberapa hari yang lalu Nicho begitu kasar dengan Rara. Ditha pun memberanikan diri berkata pada Nicho, Sang Preman Sekolah itu
“Ada apa lu nanyain alamat Rara? Apa lu ingin ngasarin dia lagi di rumahnya? Mendingan lu engga usah repot-repot ke rumah Rara kalau lu ingin nyakitin dia aja..”
“Bukan begitu, Dit, gue nanya alamat Rara karena gue ngerasa bersalah sama Rara. gue pingin minta maaf ke dia. Plis, kasih tau gue dimana alamat Rara?
Ditha tak mempercayai perkataan Nicho itu. Lalu, ia meninggalkan Nicho sendirii tanpa bebricara apapun.
Di rumah, Nichopun menjadi murung dan pendiam. Ibu yang membesari Nicho tanpa seorang ayah  selama 15 tahunpun bingung dengan tingkah laku anak semata wayangnya. Berkali-kali Ibundanya bertanya, apa yang terjadi pada Nicho jawabannya hanya “Aku tidak kenapa-kenapa kok, Mam.”
Lantas mengapa ia menjadi murung dan pendiam seperti ini? Tak biasanya? Tanya Ibunda Nicho dalam hati.
Kemudian, Ibunda Nicho menelpon temannya,  Ibu Nabila yang berprofesi sebagai seorang Psikolog. Ia menceritakan tingkah laku Nicho akhir-akhir ini. “Ooh, mungkin Nicho sedang merasakan jatuh cinta, bu! Anak seusia Nicho memang sedang menyukai lawan jenis dan terkadang tingkah yang di timbulkan menjadi sedikit aneh.” Jawab Ibu Nabila.
Pikiran Ibunda Nichopun menjadi tenang “Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Ibu Nabila, Nicho sedang jatuh cinta”.
            Hari berikutnya, Nicho berangkat ke sekolah dengan semangat. Karena, ia telah memiliki rencana untuk mengetahui alamat Rara.
Sepulang Sekolah, ia akan mencari alamat Rara diruang Guru, di dalam sebuah buku yang berisi data-data siswa.
Tepat pada pukul 17.00 sekolah sudah tidak lagi ada orang, hanya ada seorang penjaga Sekolah yang hendak mengunci seluruh Kelas. Nichopun menjalankan rencananya. Ketika penjaga sekolah itu mengunci ruangan kelas di lantai 3, Nicho langsung memasuki ruang guru. Dengan sergap, ia langsung mencari buku data siswa tanpa membuang-buang waktu. Dalam waktu 5 menit, Nicho telah berhasil menemukan alamat Rara.
Tetapi, Nicho tak langsung menjenguk ke rumah Rara pada hari itu. Ia langsung pulang, karena hari sudah petang. Pasti Ibundanya telah khawatir menunggunya.
Sepulang sekolah, Ibunya memberi sejuta pertanyaan untuknya “Dari mana saja kamu, baru pulang? Apa kamu sudah makan?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menunjukkan kekhawatirannya pada Nicho. “Arghh, Mama! Namanya juga remaja! Biasalaah...” Jawab Nicho sambil berjalan menuju ke kamarnya.
Di dalam kamar, ia terus membayangkan Rara dan tak sabar menunggu hari esok(Menemui Rara sepulang Sekolah).
            Hari berikutnya, Nicho bersiap untuk berangkat ke sekolah dengan wajah yang sumringah. Ia pun berpamitan kepada Ibunya dan memohon izin, Setelah pulang sekolah ia akan menjenguk temannya.
            Ketika bel pulang berbunyi, Nicho langsung mengendarai motor besarnya ke sebuah toko bunga. Ia membeli seikat mawar merah nan cantik untuk menjenguk Rara.
            Sesampainya di rumah Rara, ia dibukakan pintu oleh Ibunda Rara.
“Permisi tante, saya Nicho teman sekelas Rara! Saya ingin menjenguk Rara.”
Tanpa banyak bicara, Ibunda Rara langsung mempersilahkan Nicho masuk ke dalam ruang tamunya.
“Sebentar ya, Nicho. Ibu panggilkan Rara dahulu di kamarnya”
“Oh, iya tante..”
(Jawab Nicho dengan suara lembut nan penuh kharisma.)
Ibunda Rarapun menuju ke kamar Rara.
“Rara, ada teman kamu datang!”
“Siapa mam?”
“Nicho.”
(Hah, Nicho? Untuk apa dia menemuiku? Apa dia ingin mengasariku lagi?) Tanyanya dalam hati.
“Suruh dia pulang saja mam.. Aku tidak mau menemuinya.”
“Rara, temui lah dia. Dia sudah datang ke sini hanya untuk menjenguk kamu.”
Karena ibunya terus memaksa, akhirnya Rarapun keluar kamar menuju ruang tamu.
“Ngapain lu kesini?” Tanya Rara dengan kasar.
“Gue cuma mau njenguk dan minta maaf Ra dan juga ngasih ini”
(Memberikan bunga mawar yang telah dibelinya).
“Hah orang kaya lo minta maaf? Ngga salah denger nih telinga gue?”
“Engga, Ra. Semejak gue ngasarin lu di sekolah, gue selalu ngerasa bersalah, dan saat gue denger lu sakit, gue selalu berdo’a buat kesembuhan lu, ra. Biar lu cepet masuk sekolah lagi! wajah lu juga selalu muncul di pikiran gue, ra.”
“Hahahah, lu pikir gue bakal percaya sama kata-kata lu itu?”
“Terserah lu mau percaya apa engga ra, Yang penting gue udah ngomong yang sejujurnya ke lu dan gue kesini juga mau ngutarain perasaan gue ke lu,  Gue mulai jatuh cinta sama lu, Ra”
Rara langsung terdiam mendengar kata-kata Nicho. Tanpa ada yang mengetahuii perasaannya, sebenarnya Rarapun selama ini memiliki perasaan yang sama setelah ia bertengkar pada Nicho. Tetapi Rara tak mau mengakuinya. Karena ia tak mau memiliki pasangan kekasih seorang anak nakal yang berhobby memelak orang itu. Rara pun akhirnya berkata
”Kalau lu emang benar-benar cinta sama gue, gue punya satu syarat buat lu.”
“Apa, Ra?” Tanya Nicho penasaran.
“Lu berubah jadi orang baik-baik. Lu harus masuk Pesantren. Karena gue engga mau pacaran sama orang se bandel lu yang sekarang”
“Oke, Ra. Gue bakal ngelakuin yang lu minta. Besok, gue dan nyokap gue bakal dateng ke Sekolah buat ngurus surat pindah. Gue juga udah capek di jauhin temen-temen gue karena sikap gue selama ini. Gue ingin berubah jadi orang baik-baik.”
“Oke, gue pegang janji lu! besok gue bakal dateng ke sekolah buat nyaksiin sendiri ucapan lu saat ini.”
“Jadi besok lu ke Sekolah?” Tanya Nicho dengan wajah penuh gembira.
Rara menganggukkan kepalanya.
Ibunda Rara yang semula di dapur beranjak ke ruang tamu untuk mengingatkan Nicho. Hari sudah malam, Ibunya pasti khawatir menunggunya di rumah.
Dengan sopan, Nichopun berpamitan dengan ibunda Rara untuk pulang ke rumah.
Dirumah,  Nicho di sambut dengan ibunya. Setelah mandi, Nicho bercerita pada Ibunya akan suruhan Rara menyuruhnya ke Pesantren itu. Ia pun mengutarakan alasannya mengapa ia menerima persyaratan Rara. (Karena ia bosan menjadi orang jahat yang selalu dijauhi teman-temannya, ia ingin berubah menjadi orang baik). Dengan wajah yang sangat gembira, Ibunya sangat terharu mendengar perkataan Nicho yang ingin berubah menjadi orang baik. Tanpa pikir panjang Ibunya menyetujui perkataan Nicho.
            Ke esokkan harinya, ia datang ke Sekolah bersama Ibunya sesuai dengan yang ia janjikan. Rarapun menjadi saksi akan janji Nicho. Ibu Nicho tak lupa mengucapkan terima kasih pada Rara karena ia berhasil menyadarkan Nicho agar Nicho berubah. Hal yang tak mudah bagi Rara, menyadarkan sang Preman Sekolah.
Setelah tiga tahun lamanya, Nicho menuntut ilmu di Pesantren seperti yang ia janjikan pada Rara dan Rara pun sibuk akan Sekolahnya. Mereka tidak bertemu bahkan berkomunikasi sama sekali.
Setelah mereka lulus sekolah, mereka bertemu kembali dan mereka menjalin hubungan asmaranya yang tertunda selama tiga tahun itu, dengan diberikan kepercayan oleh ke dua orang tua nya.


SELESAI

Tidak ada komentar: