Sabtu, 16 Juni 2012

PUISI TENTANG ORANG TUA


Orang Tuaku 

Bundaa..
Jasamu bgaikan pasir di lautan yg tak mungkin dapat di hitung banyaknya,
kau mengandung, melahirkan dan menyusui
serta mrawat ku dengan sentuhan tulus kasih sayangmu,
kau guru dari segala guru bagi ku, kau ajarkan ku pertama kali.
berbicara, menulis dan banyak hal tentang makna khdupan..

Ayah..
Kau Super hero bagi kami,
Kau mencari nafkah untuk Bunda dan Ke-3 buah hati,
Teriknya mentari dan dinginnya hujan
tak menghalangimu membanting tulang,
Semua kau lakukan dengan semangat tanpa keluhan,

 

Bunda, Ayah..
maafkan aku,
maafkan aku yg terkadang menyakitimu,
terimakasih,
terima kasih Bunda, ayah.
Perjuanganmu untuk ku sgtlah besar,
Cucuran keringat, air mata dan kasih sayangmu,
Membuat ku penuh semangat.
Mmbahagiakanmu, itulah harapan ku.

Bunda.. Ayah..
Kaulah inspirasi dn penyemangatku..
:) :*

Kumpulan Pantun

Salam Pembuka / Penutup

Membeli bihun
Dirumah Eyang
Met ulang tahun
Bunda tersayang

Bang Markum
Kolektor benda antik
 Assalaamu’alaikum
Bu Jume yang cantik

Bang Markum
Menari saman
Assalaamu’alaikum
Teman-teman

Beli gula biang
Di Maluku
Selamat siang
Teman-temanku

Kalau ada jarum yang patah
Jangan disimpan dalam peti
Kalau ada kata yang salah
Jangan simpan di dalam hati

Pantun Nasihat

Desti membeli sepatu
Disti membeli ikan
Shalatlah lima waktu
Sebelum di shalatkan

Ke Malang beli burung parkit
Ke Bandung beli biawak
Teman 1000 masih sedikit
Musuh satu terlalu banyak

Rifa punya hello kiti
Bajunya pakai peniti
Janganlah menyakiti
Bila tak ingin disakiti

Beli baju tuk menari salsa
Belinya bersama  Tanisa
Manusia tak luput dari dosa
Mohon ampunlah pada sang kuasa

Nonton teater di indraja
Pulangnya tak punya dana
Wahai para remaja
Hindarilah berzina

Kalau kamu pergi ke pasar
Belikan saya burung elang
Kalau kita rajin belajar
Masa depan akan cemerlang

Sore hari makan soto babat
Makannya di rumah Ummu
Ingatlah wahai sahabat
Jangan berhenti menuntut ilmu

Hari minggu kedatangan tamu
Tamunya memberi jam dinding
Banyak harta tak berilmu
Bagai rumah tak berdinding

Jalan-jalan bersama wawan
Pulangnya mengirim surat
Nasihat ortu jangan dilawan
Tentu selamat dunia akhirat

Hari ini ke rumah Rohaya
Untuk bermain ninja saga
Jika kita ingin berjaya
Disiplin diri harus di jaga

Mudzdalafih kaya raya
Rumahnya penuh kaca
Kalau kita hendak jaya
Perlu kita banyak baca

Lagu ungu bayang semu
Peterpan buka topengmu
Rajin usaha menimba ilmu
Maka sengsara jauh darimu

Pantun Cinta ...  Hehe ;p

Ke Matrial membeli paku
Ke Pasar membeli gulaku
Kalau kau rindu padaku
Cium bantal sebut namaku

Bikin rumah pakai bata
Bikin wangi pakai rexona
Kalau kau benar cinta
Buatlah aku terpesona

Beribu-ribu pohon cemara
Hanya satu pohon kelapa
Beribu-ribu pria
Hanya kamu yang ku cinta

Makan siang pakai tahu
Belinya di warteg Wisnu
Andaikan kamu tahu
Aku selalu membayangkanmu

Batu di kali telah rapuh
Sama halnya dengan bata
Mengapa kau menjauh
Ketika ku mulai cinta

Judul lagu bayang semu
Video klip nya di pinggir kali
Bagaimana kabarmu
Wahai my lovelly??

Punya gitar berwarna cokelat
Sangatlah merdu suaranya
Punya pacar rajin Sholat
Hati ini bangga rasanya

Beli Berlian
Taruh di saku
Ku cinta kalian
Teman-temanku

Kepala peyang
Ditabur lada
Semakin sayang
Sama Ayah Bunda

Pantun Jenaka

Jalan-jalan ke atlantik
Tidak lupa beli sepatu
AAAAA memang cantik
Sayang ketiaknya bau


RECOUNT


MY CLOSE FRIEND
When I still at Junior High School. I had a close friend. Her name was Shinta. The first time I met her, I never thought that we would be close friend. I thought she was very conceited because she didn’t adress me first time when we met each other. But, her house not far from my house. So, I can come to  her house any time I want to.
               I don’t know why I was interested in her. I always went to school with her, because we were studying at the same school. Althought not in same class. She was in I D and I was in I C. I often came to her house for asked task or  just for played. Little by little our relationship could became closer. She was very kind and never hurt my feeling. Althought, sometimes I had trouble because of our different idea.
               She also never keep off when I asked her to accompany me to bookstore or cinema.
               One day, I would went to the beach with my family. And I asked her to joined with my family. And she agreed. We were very happy at the time!
               The following day, she wasn’t came to school because sick. 1 day, 2 days she not went to school. The 3 days, I came to her house. Her face was pale. But she looked very happy when I visited her.
               Several week, the Mosque in the near house notice that Shinta Dianti was die. I’m very, verystruck at that time. Shinta, my close friend whom I loved so much left me forever.
Till now, I still can’t forget Shinta ..

Benci Jadi Cinta


Saat matahari mulai mengintip dan suara ayam mulai berkokok, seorang gadis belia yang berparas ayu bernama Zafira Syahidah yang biasa dipanggil Rara bersiap-siap untuk pergi sekolah. Dengan hati yang gembira, ia berangkat dangan penuh gairah.
Add caption
Sesampainya di sekolah ia langsung menuju kelasnya.Di Kelas, wajah Rara berubah menjadi geram ketika melihat Nicho (Teman sekelas Rara) memalak Tama dengan kasar tetapi Tama si Anak Culun itu tidak memberinya uang sepeserpun karena uang Tama hanya cukup untuk ia pulang saja. Lalu, Nicho siswa yang terkenal di Sekolahnya karena sering memalak, bermain judi dan merokok itu tidak mau tahu akan hal itu. Ia terus mendesak Tama untuk memberikan uangnya. Bahkan Nichopun menampar Tama dengan sangat keras. Melihat Tama diperlakukan seperti itu, Rara yang memang sudah lama membenci Nicho karena ulah kenakalannya itu langsung ketempat Nicho dan berkata:
“Nicho, lu punya perasaan dikit ngga sih? Tama itu ngga punya uang. Tapi, kenapa lu terus malak, bahkan nampar dia?”
“Aghhh, banyak omong lu! Engga usah ikut campur deh, ini urusan gue sama Tama” Jawab Nicho dengan kasar.
“Tapi, lu itu udah kelewatan. Lu ngga punya perasaan. Lu juga....
(Belum selesai Rara berbicara, Nicho sudah menghentikannya dengan menutup mulut Rara rapat-rapat). Dan Nicho berkata:
“Sekali lagi gue bilang sama lu, ini urusan gue! Lu ngga usah ikut campur!!”.
“Gue tau ini urusan lu, Nicho! Tapi ini menyangkut teman gue juga, Tama. Dan asal lu tau, gue benci banget sama sikap lu yang sok preman itu.”
(Tangan Nichopun kembali diangkatnya seraya ingin menampar Rara)
“Kenapa? Lu mau nampar gue juga, setelah lu nampar Tama?”
(Mendengar ucapan Rara, Nicho menurunkan tangannya) Dan berkata
”Sayang  aja lu cewek. Kalau engga, gue pasti udah nampar lu kaya gue nampar Tama!”
      Pertengkaran ini membuat suasana Kelas yang semula hening menjadi gaduh karena pertengkaran seperti anjing dan kucing yang dilakukan oleh Nicho dan Rara ini.
Beberapa saat kemudian bel masuk berbunyi, Rarapun kembali ke tempat duduknya dan mengikuti pelajaran seperti biasanya.
Ke esokan harinya, Rara tidak masuk sekolah. Teman-temannya tidak ada yang mengetahui mengapa Rara tidak masuk. Tak biasanya Rara seperti ini. Kemudia bel istirahat berbunyi, murid-murid pun berbondong-bondong keluar dari kelasnya untuk menuju Kantin, Taman maupun Saung Sekolah. Tetapi, Nicho tidak keluar dari Kelasnya. Ia hanya duduk termenung sendiri dengan menekuk kepalanya. Dii pikirannya terbesit wajah Rara dan mempertanyakan dalam hati. Mengapa Rara tidak masuk sekolah? Mungkinkah karena kemarin aku mengasarinya? Perasaan bersalahpun muncul dari hati Nicho.
Seusai berjajan, Sisca, Rima dan Ditha kembali ke Kelas. Mereka terheran-heran melihat Nicho duduk termenung sendiri di dalam Kelasnya. Merekapun  membicarakannya .
“Kenapa tuh Preman Sekolah, Tumben Bener? Biasanya saat-saat istirahat seperti ini dia lagi sibuk-sibuknya mencari mangsa untuk ia palaki atau di jadikan ke isengan karena ulah nya?”
Tanya Rima kepada Sisca, teman sebangkunya.
“Mungkin dia lagi sakit, rim.” Jawab Sisca
“Hmm, memangnya preman sekolah bisa sakit juga yah? Hahaha.
Sahut Ditha, teman sebangku Rara yang duduk di belakang Sisca.
Rima dan Sisca pun tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Ditha itu.
“Hahaha, bisa saja kamu Dit.” Jawab Rima dan Sisca.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Semua muridpun kembali ke Kelas. Pada saat murid kelas X3 kembali belajar, Bu Intan seorang guru piket masuk ke Kelas, ia menyampaikan sepucuk surat dokter dari Ibunda Rara.
Hari berganti hari, Rara tidak juga terlihat batang hidungnya di sekolah. Pikiran Nicho menjadi tambah tak karuan. Hampir seminggu Rara sakit, hampir seminggu pula pikiran Nicho kalut di bayang-bayangi perasaan bersalah terhadap Rara,. Bahkan perasaan yang lebih dari itu, ia selalu memikirkan dan terbayang wajah Rara setiap waktu. Waktu ia sekolah, ingin  tidur dan juga dalam mimpinya. Ia sendiripun bingung, Apa yang terjadi pada perasaan dalam hatinya itu. Mengapa selalu ada Rara yang terbesit di benaknya. “Mungkinkah gue mulai suka sama Rara?” Tanya Nicho pada dirinya sendiri.
 Sepulang sekolah, Nicho menghampiri Ditha dan bertanya pada Ditha tentang alamat Rara. Ditha bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan Nicho, mengapa ia menanyakan alamat Rara? Padahal, beberapa hari yang lalu Nicho begitu kasar dengan Rara. Ditha pun memberanikan diri berkata pada Nicho, Sang Preman Sekolah itu
“Ada apa lu nanyain alamat Rara? Apa lu ingin ngasarin dia lagi di rumahnya? Mendingan lu engga usah repot-repot ke rumah Rara kalau lu ingin nyakitin dia aja..”
“Bukan begitu, Dit, gue nanya alamat Rara karena gue ngerasa bersalah sama Rara. gue pingin minta maaf ke dia. Plis, kasih tau gue dimana alamat Rara?
Ditha tak mempercayai perkataan Nicho itu. Lalu, ia meninggalkan Nicho sendirii tanpa bebricara apapun.
Di rumah, Nichopun menjadi murung dan pendiam. Ibu yang membesari Nicho tanpa seorang ayah  selama 15 tahunpun bingung dengan tingkah laku anak semata wayangnya. Berkali-kali Ibundanya bertanya, apa yang terjadi pada Nicho jawabannya hanya “Aku tidak kenapa-kenapa kok, Mam.”
Lantas mengapa ia menjadi murung dan pendiam seperti ini? Tak biasanya? Tanya Ibunda Nicho dalam hati.
Kemudian, Ibunda Nicho menelpon temannya,  Ibu Nabila yang berprofesi sebagai seorang Psikolog. Ia menceritakan tingkah laku Nicho akhir-akhir ini. “Ooh, mungkin Nicho sedang merasakan jatuh cinta, bu! Anak seusia Nicho memang sedang menyukai lawan jenis dan terkadang tingkah yang di timbulkan menjadi sedikit aneh.” Jawab Ibu Nabila.
Pikiran Ibunda Nichopun menjadi tenang “Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Ibu Nabila, Nicho sedang jatuh cinta”.
            Hari berikutnya, Nicho berangkat ke sekolah dengan semangat. Karena, ia telah memiliki rencana untuk mengetahui alamat Rara.
Sepulang Sekolah, ia akan mencari alamat Rara diruang Guru, di dalam sebuah buku yang berisi data-data siswa.
Tepat pada pukul 17.00 sekolah sudah tidak lagi ada orang, hanya ada seorang penjaga Sekolah yang hendak mengunci seluruh Kelas. Nichopun menjalankan rencananya. Ketika penjaga sekolah itu mengunci ruangan kelas di lantai 3, Nicho langsung memasuki ruang guru. Dengan sergap, ia langsung mencari buku data siswa tanpa membuang-buang waktu. Dalam waktu 5 menit, Nicho telah berhasil menemukan alamat Rara.
Tetapi, Nicho tak langsung menjenguk ke rumah Rara pada hari itu. Ia langsung pulang, karena hari sudah petang. Pasti Ibundanya telah khawatir menunggunya.
Sepulang sekolah, Ibunya memberi sejuta pertanyaan untuknya “Dari mana saja kamu, baru pulang? Apa kamu sudah makan?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menunjukkan kekhawatirannya pada Nicho. “Arghh, Mama! Namanya juga remaja! Biasalaah...” Jawab Nicho sambil berjalan menuju ke kamarnya.
Di dalam kamar, ia terus membayangkan Rara dan tak sabar menunggu hari esok(Menemui Rara sepulang Sekolah).
            Hari berikutnya, Nicho bersiap untuk berangkat ke sekolah dengan wajah yang sumringah. Ia pun berpamitan kepada Ibunya dan memohon izin, Setelah pulang sekolah ia akan menjenguk temannya.
            Ketika bel pulang berbunyi, Nicho langsung mengendarai motor besarnya ke sebuah toko bunga. Ia membeli seikat mawar merah nan cantik untuk menjenguk Rara.
            Sesampainya di rumah Rara, ia dibukakan pintu oleh Ibunda Rara.
“Permisi tante, saya Nicho teman sekelas Rara! Saya ingin menjenguk Rara.”
Tanpa banyak bicara, Ibunda Rara langsung mempersilahkan Nicho masuk ke dalam ruang tamunya.
“Sebentar ya, Nicho. Ibu panggilkan Rara dahulu di kamarnya”
“Oh, iya tante..”
(Jawab Nicho dengan suara lembut nan penuh kharisma.)
Ibunda Rarapun menuju ke kamar Rara.
“Rara, ada teman kamu datang!”
“Siapa mam?”
“Nicho.”
(Hah, Nicho? Untuk apa dia menemuiku? Apa dia ingin mengasariku lagi?) Tanyanya dalam hati.
“Suruh dia pulang saja mam.. Aku tidak mau menemuinya.”
“Rara, temui lah dia. Dia sudah datang ke sini hanya untuk menjenguk kamu.”
Karena ibunya terus memaksa, akhirnya Rarapun keluar kamar menuju ruang tamu.
“Ngapain lu kesini?” Tanya Rara dengan kasar.
“Gue cuma mau njenguk dan minta maaf Ra dan juga ngasih ini”
(Memberikan bunga mawar yang telah dibelinya).
“Hah orang kaya lo minta maaf? Ngga salah denger nih telinga gue?”
“Engga, Ra. Semejak gue ngasarin lu di sekolah, gue selalu ngerasa bersalah, dan saat gue denger lu sakit, gue selalu berdo’a buat kesembuhan lu, ra. Biar lu cepet masuk sekolah lagi! wajah lu juga selalu muncul di pikiran gue, ra.”
“Hahahah, lu pikir gue bakal percaya sama kata-kata lu itu?”
“Terserah lu mau percaya apa engga ra, Yang penting gue udah ngomong yang sejujurnya ke lu dan gue kesini juga mau ngutarain perasaan gue ke lu,  Gue mulai jatuh cinta sama lu, Ra”
Rara langsung terdiam mendengar kata-kata Nicho. Tanpa ada yang mengetahuii perasaannya, sebenarnya Rarapun selama ini memiliki perasaan yang sama setelah ia bertengkar pada Nicho. Tetapi Rara tak mau mengakuinya. Karena ia tak mau memiliki pasangan kekasih seorang anak nakal yang berhobby memelak orang itu. Rara pun akhirnya berkata
”Kalau lu emang benar-benar cinta sama gue, gue punya satu syarat buat lu.”
“Apa, Ra?” Tanya Nicho penasaran.
“Lu berubah jadi orang baik-baik. Lu harus masuk Pesantren. Karena gue engga mau pacaran sama orang se bandel lu yang sekarang”
“Oke, Ra. Gue bakal ngelakuin yang lu minta. Besok, gue dan nyokap gue bakal dateng ke Sekolah buat ngurus surat pindah. Gue juga udah capek di jauhin temen-temen gue karena sikap gue selama ini. Gue ingin berubah jadi orang baik-baik.”
“Oke, gue pegang janji lu! besok gue bakal dateng ke sekolah buat nyaksiin sendiri ucapan lu saat ini.”
“Jadi besok lu ke Sekolah?” Tanya Nicho dengan wajah penuh gembira.
Rara menganggukkan kepalanya.
Ibunda Rara yang semula di dapur beranjak ke ruang tamu untuk mengingatkan Nicho. Hari sudah malam, Ibunya pasti khawatir menunggunya di rumah.
Dengan sopan, Nichopun berpamitan dengan ibunda Rara untuk pulang ke rumah.
Dirumah,  Nicho di sambut dengan ibunya. Setelah mandi, Nicho bercerita pada Ibunya akan suruhan Rara menyuruhnya ke Pesantren itu. Ia pun mengutarakan alasannya mengapa ia menerima persyaratan Rara. (Karena ia bosan menjadi orang jahat yang selalu dijauhi teman-temannya, ia ingin berubah menjadi orang baik). Dengan wajah yang sangat gembira, Ibunya sangat terharu mendengar perkataan Nicho yang ingin berubah menjadi orang baik. Tanpa pikir panjang Ibunya menyetujui perkataan Nicho.
            Ke esokkan harinya, ia datang ke Sekolah bersama Ibunya sesuai dengan yang ia janjikan. Rarapun menjadi saksi akan janji Nicho. Ibu Nicho tak lupa mengucapkan terima kasih pada Rara karena ia berhasil menyadarkan Nicho agar Nicho berubah. Hal yang tak mudah bagi Rara, menyadarkan sang Preman Sekolah.
Setelah tiga tahun lamanya, Nicho menuntut ilmu di Pesantren seperti yang ia janjikan pada Rara dan Rara pun sibuk akan Sekolahnya. Mereka tidak bertemu bahkan berkomunikasi sama sekali.
Setelah mereka lulus sekolah, mereka bertemu kembali dan mereka menjalin hubungan asmaranya yang tertunda selama tiga tahun itu, dengan diberikan kepercayan oleh ke dua orang tua nya.


SELESAI