Saat matahari mulai
mengintip dan suara ayam mulai berkokok, seorang gadis belia yang berparas ayu
bernama Zafira Syahidah yang biasa dipanggil Rara bersiap-siap untuk pergi
sekolah. Dengan hati yang gembira, ia berangkat dangan penuh gairah.
|
Add caption |
Sesampainya di sekolah ia
langsung menuju kelasnya.Di Kelas, wajah Rara berubah menjadi geram ketika
melihat Nicho (Teman sekelas Rara) memalak Tama dengan kasar tetapi Tama si
Anak Culun itu tidak memberinya uang sepeserpun karena uang Tama hanya cukup
untuk ia pulang saja. Lalu, Nicho siswa yang terkenal di Sekolahnya karena
sering memalak, bermain judi dan merokok itu tidak mau tahu akan hal itu. Ia
terus mendesak Tama untuk memberikan uangnya. Bahkan Nichopun menampar Tama
dengan sangat keras. Melihat Tama diperlakukan seperti itu, Rara yang memang
sudah lama membenci Nicho karena ulah kenakalannya itu langsung ketempat Nicho
dan berkata:
“Nicho, lu punya perasaan
dikit ngga sih? Tama itu ngga punya uang. Tapi, kenapa lu terus malak, bahkan
nampar dia?”
“Aghhh, banyak omong lu!
Engga usah ikut campur deh, ini urusan gue sama Tama” Jawab Nicho dengan kasar.
“Tapi, lu itu udah
kelewatan. Lu ngga punya perasaan. Lu juga....
(Belum selesai Rara
berbicara, Nicho sudah menghentikannya dengan menutup mulut Rara rapat-rapat).
Dan Nicho berkata:
“Sekali lagi gue bilang
sama lu, ini urusan gue! Lu ngga usah ikut campur!!”.
“Gue tau ini urusan lu,
Nicho! Tapi ini menyangkut teman gue juga, Tama. Dan asal lu tau, gue benci
banget sama sikap lu yang sok preman itu.”
(Tangan Nichopun kembali diangkatnya seraya ingin
menampar Rara)
“Kenapa? Lu mau nampar gue
juga, setelah lu nampar Tama?”
(Mendengar ucapan Rara, Nicho menurunkan tangannya)
Dan berkata
”Sayang aja lu cewek. Kalau engga, gue pasti udah
nampar lu kaya gue nampar Tama!”
Pertengkaran ini membuat suasana Kelas yang semula hening
menjadi gaduh karena pertengkaran seperti anjing dan kucing yang dilakukan oleh
Nicho dan Rara ini.
Beberapa saat kemudian bel
masuk berbunyi, Rarapun kembali ke tempat duduknya dan mengikuti pelajaran
seperti biasanya.
Ke esokan harinya, Rara
tidak masuk sekolah. Teman-temannya tidak ada yang mengetahui mengapa Rara
tidak masuk. Tak biasanya Rara seperti ini. Kemudia bel istirahat berbunyi, murid-murid
pun berbondong-bondong keluar dari kelasnya untuk menuju Kantin, Taman maupun
Saung Sekolah. Tetapi, Nicho tidak keluar dari Kelasnya. Ia hanya duduk
termenung sendiri dengan menekuk kepalanya. Dii pikirannya terbesit wajah Rara
dan mempertanyakan dalam hati. Mengapa Rara tidak masuk sekolah? Mungkinkah
karena kemarin aku mengasarinya? Perasaan bersalahpun muncul dari hati Nicho.
Seusai berjajan, Sisca, Rima dan Ditha kembali ke Kelas.
Mereka terheran-heran melihat Nicho duduk termenung sendiri di dalam Kelasnya.
Merekapun membicarakannya .
“Kenapa tuh Preman
Sekolah, Tumben Bener? Biasanya saat-saat istirahat seperti ini dia lagi
sibuk-sibuknya mencari mangsa untuk ia palaki atau di jadikan ke isengan karena
ulah nya?”
Tanya Rima kepada Sisca, teman sebangkunya.
“Mungkin dia lagi sakit,
rim.” Jawab Sisca
“Hmm, memangnya preman
sekolah bisa sakit juga yah? Hahaha.
Sahut Ditha, teman
sebangku Rara yang duduk di belakang Sisca.
Rima dan Sisca pun tertawa terbahak-bahak mendengar
ucapan Ditha itu.
“Hahaha, bisa saja kamu
Dit.” Jawab Rima dan Sisca.
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Semua
muridpun kembali ke Kelas. Pada saat murid kelas X3 kembali belajar, Bu Intan
seorang guru piket masuk ke Kelas, ia menyampaikan sepucuk surat dokter dari
Ibunda Rara.
Hari berganti hari, Rara
tidak juga terlihat batang hidungnya di sekolah. Pikiran Nicho menjadi tambah
tak karuan. Hampir seminggu Rara sakit, hampir seminggu pula pikiran Nicho
kalut di bayang-bayangi perasaan bersalah terhadap Rara,. Bahkan perasaan yang
lebih dari itu, ia selalu memikirkan dan terbayang wajah Rara setiap waktu.
Waktu ia sekolah, ingin tidur dan juga
dalam mimpinya. Ia sendiripun bingung, Apa yang terjadi pada perasaan dalam
hatinya itu. Mengapa selalu ada Rara yang terbesit di benaknya. “Mungkinkah gue
mulai suka sama Rara?” Tanya Nicho pada dirinya sendiri.
Sepulang sekolah, Nicho menghampiri Ditha dan
bertanya pada Ditha tentang alamat Rara. Ditha bertanya-tanya dalam hati. Ada
apa dengan Nicho, mengapa ia menanyakan alamat Rara? Padahal, beberapa hari
yang lalu Nicho begitu kasar dengan Rara. Ditha pun memberanikan diri berkata
pada Nicho, Sang Preman Sekolah itu
“Ada apa lu nanyain alamat
Rara? Apa lu ingin ngasarin dia lagi di rumahnya? Mendingan lu engga usah repot-repot
ke rumah Rara kalau lu ingin nyakitin dia aja..”
“Bukan begitu, Dit, gue
nanya alamat Rara karena gue ngerasa bersalah sama Rara. gue pingin minta maaf
ke dia. Plis, kasih tau gue dimana alamat Rara?
Ditha tak mempercayai
perkataan Nicho itu. Lalu, ia meninggalkan Nicho sendirii tanpa bebricara
apapun.
Di rumah, Nichopun menjadi
murung dan pendiam. Ibu yang membesari Nicho tanpa seorang ayah selama 15 tahunpun bingung dengan tingkah laku
anak semata wayangnya. Berkali-kali Ibundanya bertanya, apa yang terjadi pada
Nicho jawabannya hanya “Aku tidak kenapa-kenapa kok, Mam.”
Lantas mengapa ia menjadi
murung dan pendiam seperti ini? Tak biasanya? Tanya Ibunda Nicho dalam hati.
Kemudian, Ibunda Nicho
menelpon temannya, Ibu Nabila yang berprofesi
sebagai seorang Psikolog. Ia menceritakan tingkah laku Nicho akhir-akhir ini. “Ooh,
mungkin Nicho sedang merasakan jatuh cinta, bu! Anak seusia Nicho memang sedang
menyukai lawan jenis dan terkadang tingkah yang di timbulkan menjadi sedikit
aneh.” Jawab Ibu Nabila.
Pikiran Ibunda Nichopun menjadi tenang “Mungkin
benar apa yang dikatakan oleh Ibu Nabila, Nicho sedang jatuh cinta”.
Hari
berikutnya, Nicho berangkat ke sekolah dengan semangat. Karena, ia telah
memiliki rencana untuk mengetahui alamat Rara.
Sepulang Sekolah, ia akan
mencari alamat Rara diruang Guru, di dalam sebuah buku yang berisi data-data
siswa.
Tepat pada pukul 17.00
sekolah sudah tidak lagi ada orang, hanya ada seorang penjaga Sekolah yang
hendak mengunci seluruh Kelas. Nichopun menjalankan rencananya. Ketika penjaga
sekolah itu mengunci ruangan kelas di lantai 3, Nicho langsung memasuki ruang
guru. Dengan sergap, ia langsung mencari buku data siswa tanpa membuang-buang
waktu. Dalam waktu 5 menit, Nicho telah berhasil menemukan alamat Rara.
Tetapi, Nicho tak langsung
menjenguk ke rumah Rara pada hari itu. Ia langsung pulang, karena hari sudah
petang. Pasti Ibundanya telah khawatir menunggunya.
Sepulang sekolah, Ibunya
memberi sejuta pertanyaan untuknya “Dari mana saja kamu, baru pulang? Apa kamu
sudah makan?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menunjukkan kekhawatirannya
pada Nicho. “Arghh, Mama! Namanya juga remaja! Biasalaah...” Jawab Nicho sambil
berjalan menuju ke kamarnya.
Di dalam kamar, ia terus
membayangkan Rara dan tak sabar menunggu hari esok(Menemui Rara sepulang
Sekolah).
Hari
berikutnya, Nicho bersiap untuk berangkat ke sekolah dengan wajah yang
sumringah. Ia pun berpamitan kepada Ibunya dan memohon izin, Setelah pulang
sekolah ia akan menjenguk temannya.
Ketika
bel pulang berbunyi, Nicho langsung mengendarai motor besarnya ke sebuah toko
bunga. Ia membeli seikat mawar merah nan cantik untuk menjenguk Rara.
Sesampainya
di rumah Rara, ia dibukakan pintu oleh Ibunda Rara.
“Permisi tante, saya Nicho
teman sekelas Rara! Saya ingin menjenguk Rara.”
Tanpa banyak bicara, Ibunda Rara langsung
mempersilahkan Nicho masuk ke dalam ruang tamunya.
“Sebentar ya, Nicho. Ibu
panggilkan Rara dahulu di kamarnya”
“Oh, iya tante..”
(Jawab Nicho dengan suara lembut nan penuh
kharisma.)
Ibunda Rarapun menuju ke kamar Rara.
“Rara, ada teman kamu
datang!”
“Siapa mam?”
“Nicho.”
(Hah, Nicho? Untuk apa dia menemuiku? Apa dia
ingin mengasariku lagi?) Tanyanya dalam hati.
“Suruh dia pulang saja
mam.. Aku tidak mau menemuinya.”
“Rara, temui lah dia. Dia
sudah datang ke sini hanya untuk menjenguk kamu.”
Karena ibunya terus memaksa, akhirnya Rarapun
keluar kamar menuju ruang tamu.
“Ngapain lu kesini?” Tanya
Rara dengan kasar.
“Gue cuma mau njenguk dan
minta maaf Ra dan juga ngasih ini”
(Memberikan bunga mawar yang telah dibelinya).
“Hah orang kaya lo minta
maaf? Ngga salah denger nih telinga gue?”
“Engga, Ra. Semejak gue
ngasarin lu di sekolah, gue selalu ngerasa bersalah, dan saat gue denger lu
sakit, gue selalu berdo’a buat kesembuhan lu, ra. Biar lu cepet masuk sekolah
lagi! wajah lu juga selalu muncul di pikiran gue, ra.”
“Hahahah, lu pikir gue
bakal percaya sama kata-kata lu itu?”
“Terserah lu mau percaya
apa engga ra, Yang penting gue udah ngomong yang sejujurnya ke lu dan gue
kesini juga mau ngutarain perasaan gue ke lu,
Gue mulai jatuh cinta sama lu, Ra”
Rara langsung terdiam mendengar kata-kata Nicho.
Tanpa ada yang mengetahuii perasaannya, sebenarnya Rarapun selama ini memiliki
perasaan yang sama setelah ia bertengkar pada Nicho. Tetapi Rara tak mau
mengakuinya. Karena ia tak mau memiliki pasangan kekasih seorang anak nakal
yang berhobby memelak orang itu. Rara pun akhirnya berkata
”Kalau lu emang
benar-benar cinta sama gue, gue punya satu syarat buat lu.”
“Apa, Ra?” Tanya Nicho
penasaran.
“Lu berubah jadi orang
baik-baik. Lu harus masuk Pesantren. Karena gue engga mau pacaran sama orang se
bandel lu yang sekarang”
“Oke, Ra. Gue bakal
ngelakuin yang lu minta. Besok, gue dan nyokap gue bakal dateng ke Sekolah buat
ngurus surat pindah. Gue juga udah capek di jauhin temen-temen gue karena sikap
gue selama ini. Gue ingin berubah jadi orang baik-baik.”
“Oke, gue pegang janji lu!
besok gue bakal dateng ke sekolah buat nyaksiin sendiri ucapan lu saat ini.”
“Jadi besok lu ke
Sekolah?” Tanya Nicho dengan wajah penuh gembira.
Rara menganggukkan kepalanya.
Ibunda Rara yang semula di
dapur beranjak ke ruang tamu untuk mengingatkan Nicho. Hari sudah malam, Ibunya
pasti khawatir menunggunya di rumah.
Dengan sopan, Nichopun berpamitan dengan ibunda
Rara untuk pulang ke rumah.
Dirumah, Nicho di sambut dengan ibunya. Setelah mandi,
Nicho bercerita pada Ibunya akan suruhan Rara menyuruhnya ke Pesantren itu. Ia
pun mengutarakan alasannya mengapa ia menerima persyaratan Rara. (Karena ia
bosan menjadi orang jahat yang selalu dijauhi teman-temannya, ia ingin berubah
menjadi orang baik). Dengan wajah yang sangat gembira, Ibunya sangat terharu
mendengar perkataan Nicho yang ingin berubah menjadi orang baik. Tanpa pikir
panjang Ibunya menyetujui perkataan Nicho.
Ke
esokkan harinya, ia datang ke Sekolah bersama Ibunya sesuai dengan yang ia
janjikan. Rarapun menjadi saksi akan janji Nicho. Ibu Nicho tak lupa
mengucapkan terima kasih pada Rara karena ia berhasil menyadarkan Nicho agar
Nicho berubah. Hal yang tak mudah bagi Rara, menyadarkan sang Preman Sekolah.
Setelah tiga tahun
lamanya, Nicho menuntut ilmu di Pesantren seperti yang ia janjikan pada Rara
dan Rara pun sibuk akan Sekolahnya. Mereka tidak bertemu bahkan berkomunikasi
sama sekali.
Setelah mereka lulus sekolah,
mereka bertemu kembali dan mereka menjalin hubungan asmaranya yang tertunda
selama tiga tahun itu, dengan diberikan kepercayan oleh ke dua orang tua nya.
SELESAI